Hidupnya berubah, bisa dikatakan tidak seluruh aspek dihidupnya, namun hidupnya berubah. Hal ini baru Ia sadari saat keluar dari gelar mahasiswa dan memutuskan untuk melanjutkan karirnya sebagai Tenaga Pendidik.
Tidak ada yang salah dari karir itu, karir yang mulia malah di mata Allah. Namun ternyata menguras pikiran, tenaga bahkan hati juga, ya? Benar adanya, bahwa kita harus professional dalam bekerja. Bagaimanapun keadaan kita saat itu, sedih ataupun marah bahkan hancur pun kita dituntut untuk terlihat tidak ada apa-apa.
Baiklah, mungkin hal tersebut adalah konsekuensi dari hampir di seluruh jenis pekerjaan. Namun, bolehkah kami mengeluarkan dan menunjukan emosi disaat kami kecewa oleh lingkungan?
“Ya, beginilah mereka. Mau gimana lagi?”.
“Gausa heran, jangan bawa perasaan”. Ujar “mereka”
Ia bertanya dalam diam, bisakah Ia melanjutkan karir ini di saat banyak hal yang membuatnya hancur, baik secara fisik dan emosi? Sekuat itukah Ia? Jika iya, apa alasannya? Apa hal yang bisa Ia pegang? Adakah sebuah guci berisikan emas di ujung jalan-nya?
Kalimat-kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut mereka yang sebenarnya “membutuhkan-nya”. Perilaku-perilaku buruk mereka yang membuatnya bertanya-tanya apakah Ia berhak diperlakukan seperti ini disaat Ia menjadi sumber pengetahuan mereka. Ribuan air mata membasahi bantal tidur menemani kejadian yang berputar di kepalanya tentang apa yang Ia terima di sekolah, membuatnya berpikir mustahil akan selamanya menjadi kuat. Lalu Ia harus bagaimana? Ia mencintai karir ini dan ini adalah pengalaman pertamanya. Haruskah Ia memutar karirnya?
“Hidup bukanlah mengambil apa yang kau tebar”. (Hindia – Membasuh)
Saat menyalakan alunan musik di gawainya, sepenggal lirik dari sebuah musisi lokal yang terkenal tiba-tiba memotivasi-nya. Karena kalau dipikir-pikir lirik itu benar, bukan. Hidup ini bukan menunggu semua yang kita berikan akan datang berbalik. Untuk apa? Lalu Ia sadar Ia telah melupakan apa yang akan menunggu-nya di akhirat nanti. Ia pun tersenyum, memutuskan untuk melanjutkah karir tersebut dan mengampuni hal-hal yang menyakitinya. Ia menemukan makna hidupnya disini.
Penulis : Bintang Berlian
0 comments:
Posting Komentar