Senin, 11 September 2023

FIVE FAIRIES

Suasana meja makan yang hanya di isi dua orang, yaitu Kayla dan ibunya tampak sunyi. Keduanya fokus menghabiskan makanan pada piring masing-masing. Hingga pertanyaan dari sang ibu memecahkan keheningan di antara mereka.

“Gimana sekolahmu hari ini, Kay?”

Kayla meletakkan sendok makannya, kemudian menghela nafas. Selalu saja pertanyaan yang sama setiap harinya. “Baik, Ma,” jawabnya sebelum kembali melanjutkan aktivitas makan yang tertunda.

Winna menemukan keanehan dari raut wajah anaknya tapi ia tak tahu apa artinya. Winna selalu merasakan ada yang tidak beres dari jawaban Kayla. Dulu, Kayla selalu bersemangat menjawab bila ia beri pertanyaan yang sama. Namun, sekarang jawaban Kayla sangat berbeda. Putrinya tampak tidak menikmati masa sekolahnya sehingga tidak ada cerita atau kejadian menarik yang bisa diceritakan padanya.

Melihat sang ibu kembali menyantap makan malam dengan tenang membuat Kayla lega. Diam-diam dalam lubuk hatinya ada rasa bersalah karena telah berbohong. Kebohongan untuk ke sekian kalinya terlontar dari mulutnya.

“Maafin Kayla, Ma.”

  

Sehabis makan malam Kayla bergegas pamit kembali ke kamar dengan alasan ada tugas yang harus dikerjakan. Winna hanya mengangguk sebagai jawaban. Kayla tidak berbohong soal tugasnya. Besok di kelasnya ada banyak tugas yang harus dikumpulkan dan ia harus bekerja keras menuntaskan itu semua seorang diri.

Butuh waktu dua jam bagi Kayla menyelesaikan seluruh tugasnya dan sekarang ia mengistirahatkan tubuh kecilnya di atas kasur. Matanya sejak tadi sibuk menatap langit-langit kamar. Tanpa disadari setetes air mata meluncur membasahi pipinya. Kayla sendiri terkejut tapi tidak bergerak membersihkan jejak air mata itu. Butiran-butiran lain pun turun semakin deras, diikuti dada Kayla mulai terasa sesak. Tangan kanannya mengepal, pertahanannya sudah hancur, ia tidak kuat lagi menahannya seorang diri. Akhirnya, Kayla menangis di kamarnya tanpa mengeluarkan suara agar ibunya tidak curiga.

Ia menangis karena mengingat perlakuan teman-teman sekelasnya yang begitu jahat. Sebenarnya sejak kelas 10 Kayla dijauhi oleh teman-temannya. Tidak sampai di sana saja, teman-temannya bahkan tega membully dirinya. Kayla tidak mengerti apa penyebab mereka melakukan itu. Ia tentu tidak berani melapor karena hal itu mempunyai dampak yang lebih parah. Jadi, dari dulu hingga sekarang ia memilih diam dan bertahan seorang diri.

Alasan lain ia selalu menangis ketika sendirian di dalam kamar adalah karena rasa bersalah pada sang ibu. Kayla tahu ibunya menyadari perubahan sikapnya, hanya saja dirinya tak berani jujur karena tidak ingin ibunya khawatir. Ibunya sudah bekerja keras demi memenuhi kebutuhannya dan ia tidak ingin ibunya memiliki beban tambahan dengan mengurus soal permasalahannya di sekolah. Ia yakin bisa menyelesaikannya seorang diri tanpa harus membawa-bawa nama sang ibu.

  

Bel tanda pulang terdengar membuat Kayla bergegas membereskan tasnya. Ia ingin cepat-cepat pulang karena mulai tak tahan berada di kelasnya sendiri. Tatapan aneh terus diberikan teman-temannya ketika ia berjalan keluar kelas. Kayla sudah terbiasa jadi ia tidak peduli. Kadang ia mendengar satu dua orang membicarakan hal yang tidak-tidak tentang dirinya. Sakit hati? Tentu saja, Kayla ingin sekali menangis tapi ia sadar jika ia menangis maka teman-temannya semakin senang karena berhasil meruntuhkan dirinya.

“Panasnya,” keluh Kayla sembari menghapus keringat di dahi dengan sapu tangan miliknya. Entah kenapa hari ini terasa lebih panas dari hari biasa.

Saat kakinya ingin berbelok menuju blok selanjutnya, matanya menangkap sosok kucing berwarna putih di bawah pohon. Kayla sangat menyukai kucing jadi ia tak bisa menahan diri untuk tidak menghampiri kucing tersebut.

“Hi, kamu lucu banget,” ucapnya antusias sembari mengelus kepala si kucing. Ajaibnya kucing ini tidak mencakarnya atau melarikan diri. Seutas senyum terukir di wajah Kayla. Senyum pertamanya hari ini.

“Ini punya orang atau kucing liar, ya?” Kayla melirik ke sekitar namun tidak menemukan siapa pun selain dirinya. Akhirnya, Kayla berinisiatif membawa kucing putih itu pulang karena hari sudah semakin siang.

  

Hari-hari Kayla terasa semakin membaik sejak memiliki seekor kucing di rumahnya. Ia merasa memiliki seorang teman yang mengusir kesepiannya ketika berada seorang diri di rumah. Kucing itu juga sangat penurut dan tidak pernah berbuat onar yang bisa memancing kemarahan ibunya. Ibu Kayla sendiri turut senang dengan kehadiran anggota baru di rumah mereka dan keduanya sepakat memanggil kucing tersebut dengan nama Putih. Tak ada alasan khusus, nama itu tersebit dari benak Kayla karena bulunya yang berwarna putih tampak sangat menggemaskan.

“Put, kamu ikut aku keluar, yuk?”

Senyum kecil Kayla terbit kala melihat Si Putih berjalan menuju arahnya. Kayla lantas membuka pintu dan suasana langit jingga menyambutnya. Entah mengapa Kayla ingin berjalan-jalan sore. Sesudah berpamitan pada Winna, Kayla dengan penuh semangat melangkahkan kakinya, diikuti Si Putih berjalan pelan di sampingnya.

Tujuan pertama Kayla adalah taman yang tak jauh dari rumahnya. Sejak dulu bila butuh sedikit hiburan Kayla akan pergi dan berdiam diri di salah satu bangku taman. Meskipun seorang diri tapi Kayla tetap menyukai rutinitasnya yang satu ini. Sekarang hal ini akan sedikit berbeda karena ia bersama kucing peliharaannya.

Terkadang ada perasaan iri dan sedih terlintas dalam pikiran Kayla kala melihat remaja-remaja seumurannya bermain dengan teman-teman mereka. Dan kali ini perasaan itu datang kembali. Kayla lagi-lagi menangkap pemandangan sekelompok remaja tampak bercengkrama dengan penuh tawa.

“Kira-kira kapan aku bisa kayak mereka, ya?”

Namun, pikiran lenyap saat Kayla menyadari Si Putih tidak berada di dekatnya. Rasa panik pun menghampiri dirinya, ia pun segera bangun untuk mencari keberadaan Si Putih. Kayla terus-menerus memanggil nama Si Putih cukup keras hingga membuat beberapa orang melayangkan tatapan ke arahnya. Kayla juga menanyakan kepada beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar taman.

“Permisi, ada lihat kucing warna putih di sekitar sini ngga?”

“Maaf, kami ngga lihat.”

Kayla tidak putus asa dan terus mencari keberadaan Si Putih hingga ia sampai di bagian belakang taman yang berdekatan dengan sebuah hutan. Mata Kayla membulat ketika menangkap sekilas tubuh Putih yang bergerak di antara pohon-pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Kucing itu terus berjalan maju memasuki kawasan hutan. Dengan perasaan takut Kayla memberanikan diri berlari menyusul Putih.

Kening Kayla sedikit berkerut menyadari ada yang aneh dari hutan ini.

“Kenapa pohon-pohonnya punya corak yang aneh?”

Sayangnya Kayla harus menghapus pertanyaan itu dari kepalanya karena matanya menangkap Putih tengah bermain di dekat sebuah pohon berakar besar. Anehnya lagi, kaki mungil Putih mengelus-ngelus ke sekitar akar-akar besar seakan mencari sesuatu.

Kayla perlahan mendekat dan bersembunyi di balik semak-semak guna memperhatikan perilaku aneh dari kucingnya. Banyak pertanyaan terbesit di kepalanya. Tapi lagi-lagi harus lenyap kala melihat seorang perempuan keluar dari balik akar-akar tersebut dan mengendong tubuh Si Putih.

“TUNGGU! JANGAN BAWA PUTIH!” Kayla refleks berteriak sembari berlari mendekat ke pohon besar. Si Putih dan orang asing pun menoleh ke arah Kayla.

“Jadi, dia tamu kita?” ucap perempuan asing pada Putih.

  

Kepala Kayla terasa pusing melihat banyak kejadian aneh hari ini. Pertama-tama, Putih yang menemukan tempat aneh. Kedua, sosok perempuan yang tiba-tiba mengajaknya masuk ke balik akar-akar besar. Ketiga, sikap Putih yang sama sekali tidak takut mengikuti langkah perempuan asing itu. Kayla ingin sekali melangkah pergi meninggalkan tempat aneh itu tapi rasa penasaran lebih mendominasi dirinya. Akhirnya, dengan penuh keberanian Kayla mengikuti sosok asing dan Putih melangkah masuk lebih dalam.

Satu kata yang bisa mengungkapkan kekaguman Kayla sekarang.

Menakjubkan.

Ia tidak menyangka ada tempat seindah ini di dalam hutan. Segalanya tampak penuh warna mulai dari pohon-pohon sampai hewan-hewan yang ada di sana juga memiliki berbagai jenis warna yang membuat mereka tampak lebih indah.

“Sudah puas mengagumi tempat kami?”

Kayla berbalik mendapati sosok perempuan asing tadi.

Astaga, saking terpesonanya Kayla sampai lupa ia tengah berada di tempat asing.

“Di mana ini dan siapa dirimu?” tanya Kayla gugup.

“Kenalkan aku Kanaya, salah satu peri penjaga di sini.”

Untuk ke sekian kalinya Kayla berhasil dibuat kaget. Bukannya peri itu tidak nyata? Lantas kenapa perempuan di hadapannya mengaku sebagai seorang peri? Tapi Kayla akui sosok di hadapannya seperti tokoh-tokoh dalam cerita fantasi yang pernah ia baca. Rambut hitam yang dipotong pendek sebahu lengkap dengan hiasan kepala berisi permata-permata biru, kulit putih yang ditutupi pakaian putih hingga di bawah lutut, dan paras wajah yang cantik. Dia sudah cocok bila memainkan karakter sebagai seorang peri baik atau putri kerajaan.

“Kamu pasti tidak percaya dengan ucapanku, kan? Namun, ini semua memang nyata.” Kanaya kembali berbicara. “Kucing yang membawamu ke sini bernama Ze dan dia adalah hewan peliharaanku. Dia membawa tamu yang berbeda setiap tahun.”

“Tamu?”

Kanaya tersenyum kecil, “Benar, kamu pasti anak yang memiliki banyak masalah, bukan?”

Kayla terdiam tidak berani menjawab.

Melihat kediaman Kayla, Kanaya menepuk pundak Kayla membuat kedua mata gadis itu kembali terfokus kepadanya. “Maka dari itu Ze membawamu ke sini untuk menghibur sekaligus menolongmu melalui kami.”

“Tapi kenapa kamu mau membantuku padahal aku ini orang asing.”

Kanaya mengangkat bahu, “Entahlah, menurutku membantu orang lain itu menyenangkan dan aku senang setiap kali kami mendapat tamu.” Kanaya menarik pelan salah satu tangan Kayla. “Ayo, ku kenalkan pada saudari-saudariku,” lanjutnya.

  

“Aku tidak tahu kalau ada tempat seperti ini di dalam hutan.”

“Sebenarnya masih banyak dunia lain di alam semesta kita, Kay. Kita semua hidup berdampingan dalam dunia yang berbeda. Seperti contohnya kita. Kamu hidup di dunia manusia dan aku di dunia peri.”

Kayla mengangguk sebagai jawaban, kepalanya masih terlalu sulit menerima informasi yang dijelaskan oleh Kanaya. Semua seperti cerita dongeng saja.

“Oh, lihat! Itu Seyna!” Kanaya berucap penuh semangat.

Kayla mengikuti arah pandang Kanaya dan menemukan sosok yang dipanggil Seyna.

Di atas batu besar tampak seorang peri bernama Seyna sibuk bermain dengan seekor kelinci dalam gendongannya. Penampilannya tidak jauh berbeda dengan Kanaya, hanya saja Seyna memiliki rambut panjang berwarna orange yang diikat menggunakan pita yang senada dengan pakaiannya.

“Seyna, kemari sebentar,” perintah Kanaya.

Selang beberapa detik tubuh Seyna sudah berada di hadapan Kayla membuat Kayla sedikit memundurkan langkah dan Kanaya menggelengkan kepalanya.

“Dia sia-ADUHH!” Seyna meringis akibat sentilan keras kakaknya.

“Berhenti membuat tamu kita kaget.” Kanaya melayangkan tatapan tajam pada Seyna.

Seyna mendengus kesal, “Ya, maafkan aku, Nay.”

Kayla terdiam melihat pertikaian antara dua peri di hadapannya. Ia masih takjub oleh teknik teleportasi milik Seyna. Bagaimana peri itu bisa berpindah tempat secepat itu?

“Apa tadi itu kekuatanmu?” Kayla memberanikan diri untuk bertanya membuat kedua atensi peri itu beralih penuh padanya.

“Benar, semua peri bisa melakukannya,” jawab Seyna.

“Tapi dia terlalu sering menyombongkan hal itu di depan para tamu,” ujar Kanaya berhasil membuat Seyna memutar bola matanya malas.

“Jadi, siapa dia?” tanya Seyna lagi.

“Tamu kita kali ini, namanya Kayla,” mendengar namanya disebut Kayla bergegas membungkukkan sedikit badannya ke arah Seyna, salah satu kebiasaan yang diajarkan Winna padanya sejak kecil bila bertemu orang baru.

“Senang menyambutmu di dunia kami, Kayla,” ujar Seyna sembari tersenyum ramah.

“Sekarang di mana saudarimu yang lain?” tanya Kanaya yang sejak tadi tidak melihat batang hidung saudarinya yang lain. Biasanya mereka bermain bersama di daerah ini.

Seyna menunjuk ke arah hutan di seberang sungai, “Jeanna dan Ceriy ada di sana,” kemudian jarinya berpindah arah menunjuk salah satu pohon rindang tak jauh dari tempat mereka berdiri, “Mika sedang membuat mahkota di rumah pohon itu.”

Kayla menyipitkan kedua matanya namun tetap tidak melihat siapa pun di rumah pohon yang ditunjukkan oleh Seyna. Lagi pula, membuat mahkota harus di atas sana? Kenapa tidak di bawah saja? Pemandangannya lebih menarik.

“Mika sejak dulu senang bermain di rumah pohon,” Kanaya tiba-tiba berucap membuat Kayla menoleh padanya. Apa peri juga bisa membaca pikiran orang lain?

“Aku bisa tahu dari ekspresi wajahmu, aku tidak bisa membaca pikiran.” Kanaya kembali bersuara diiringi tawa kecil karena tak tahan melihat reaksi Kayla.

“Seyna, tolong panggil Mika ke sini. Kita perlu sedikit mengobrol bersama Kayla.” Seyna mengangguk sebelum menghilang pergi memanggil Mika. Melihat kepergian Seyna, Kanaya lantas menjentikkan jarinya dan di hadapannya seketika muncul alas kain, keranjang piknik, serta beberapa makanan manis yang tertata rapi.

“Wow..” Kayla menutup mulut, ia kembali dibuat takjub oleh kekuatan peri-peri di sini.

Kanaya lebih dulu mengambil tempat duduk dan tangannya bergerak cepat mengeluarkan makanan dari dalam keranjang, juga menyiapkan beberapa gelas teh hangat.

“Kenapa masih berdiri, Kay?” Kayla pun segera mengambil tempat di sebelah Kanaya. Ia masih diam seribu bahasa, ia masih terlalu takjub dengan semua keajaiban yang ia lihat.

“Hi, Nay, kami kembali,” suara milik Seyna mengambil atensi keduanya.

“Oh, sebuah pesta teh. Aku suka pesta teh,” kali ini suara berbeda masuk ke telinga Kayla membuatnya menoleh pada perempuan di sebelah Seyna. Dia memiliki rambut pirang dengan beberapa tahi lalat di hidung dan atas bibirnya. Pakaiannya berwarna senada seperti Kanaya dan Seyna. Kayla yakin perempuan ini pasti peri yang bernama Mika.

“Tunggu, siapa gadis di sampingmu, Nay?”

“Namanya Kayla, tamu baru kita.” Kanaya menjawab pertanyaan Mika sambil memberi isyarat pada kedua saudarinya agar ikut duduk bersama mereka.

“Kebetulan sekali aku punya hadiah kecil untuk Kayla.” Mika menepuk tangannya sekali, lalu muncullah sebuah mahkota dari ranting-ranting pohon yang dirakit dengan rapi, lengkap dengan hiasan bunga berwarna putih serta kuning keemasan di atas kepala Kayla.

Kayla meraba mahkota di atas kepalanya sembari tersenyum senang, “Terima kasih, ini sangat cantik.”

“Untuk kami?” tanya Kanaya dan Seyna bersamaan mengundang tawa Mika.

Mika pun melakukan hal serupa, seketika dua mahkota terpasang sempurna di atas kepala Kanaya dan Seyna. Keduanya langsung mengucapkan terima kasih pada Mika. Mika hanya mengangguk samar sebelum menyeruput teh di hadapannya.

“HI, KALIAN SEDANG APA?” teriakkan seseorang mengalihkan perhatian mereka semua.

Tepat di atas hamparan air sungai dua orang peri tengah terbang menuju arah mereka. Kayla menatap dengan mata berbinar. Sungguh luar biasa ia menyaksikan hal tersebut.

“Itu Jeanna dan Calistha.”

Tak berselang lama kedua peri yang terbang tadi mendaratkan kaki mereka dengan mulus di atas rerumputan. Sayap mereka perlahan menghilang saat kaki keduanya menyentuh tanah. Satu peri bertubuh tinggi, rambut panjang berwarna abu-abu tergerai, dan pakaian berwarna putih. Peri terakhir memiliki perawakan seperti anak kecil, rambut hitam yang dikepang menyamping dengan sedikit warna hijau tua di ujungnya dan tentu saja pakaian berwarna putih seperti saudarinya yang lain.

“Dia pasti tamu yang Ze bicarakan pada kita, Ca,” ujar Jeanna si peri berambut abu-abu.

“Aku tak menyangka kita kedatangan tamu lagi setelah sekian lama,” balas Calistha penuh semangat. “Ayo, kita tunjukkan sesuatu yang luar biasa pada tamu kita, Je!” lanjutnya.

Baru saja Jeanna dan Calistha ingin membawa Kayla pergi ke tempat-tempat favorit mereka, suara Kanaya menghentikan pergerakan keduanya.

“Bisa tidak biarkan tamu kita duduk dengan tenang?”

Calistha berdecak sebal sebelum membela diri, “Tapi, Nay, dia harus melihat kuda putih milik kita, kupu-kupu permata di padang rumput, laba-laba dua warna dengan jaring peraknya di dalam hutan, kolam teratai yang ditemukan Seyna.”

“Dan melihat rumput yang bisa berubah warna di dalam gua biru,” tambah Jeanna.

“Jawabanku tetap tidak.” Kanaya melipat tangannya, menatap marah Jeanna dan Calistha. “Ada hal yang harus kita bicarakan pada Kayla. Selepas itu, kalian bebas mengajak Kayla pergi ke mana pun.”

Jeanna dan Calistha menghela menghela nafas panjang. Mereka tidak bisa melawan.

“Tapi, Nay.” Mika berujar pelan, “Bukannya Kayla harus kembali ke dunianya?”

“Di dunia manusia sudah memasuki larut malam. Tidakkah kamu lupa kita punya perbedaan waktu yang cukup jauh dengan dunia manusia?” Seeyna menambahkan.

Kanaya terdiam, ia lupa hal itu. Pandangannya kini beralih penuh pada Kayla yang sejak tadi tak bersuara. “Kayla, maafkan aku,” ucapnya penuh penyesalan.

 

fajar007.blogspot.com

Author & Editor

0 comments:

Posting Komentar