Jumat, 31 Maret 2023

Pendidikan dalam Ramadhan


Ramadan 1444 H sudah berjalan besok memasuki 10 hari. Momen dimana segenap umat Islam “terlibat” dalam melaksanakan berbagai kewajiban agama. Besar-kecil, tua-muda, laki-laki dan perempuan semua larut dalam suasana relijius yang tercipta ketika bulan sabit (hilal) muncul menandai permulaan Ramadan, atau ketika Menteri Agama Republik Indonesia menyampaikan pidato yang menyatakan bahwa 1 Ramadan sudah “datang.”

Disambut tabuhan beduk, tarawih dimulai, sahur, kemudian salat subuh dan sebagainya sehingga kita benar-benar telah memasuki bulan Ramadan. Pertanyaan utamanya adalah apakah Ramadan “hanya” serangkaian ritual yang setiap tahun kita laksanakan dan berakhir saat Takbir Idul Fitri berkumandang? Kemudian apa implikasi yang diharapkan dari ibadah puasa di bulan Ramadan termasuk pengalaman keagamaan yang kita alami? 

Dalam Buku “Dialog Ramadhan bersama Cak Nur’ diungkapkan bahwa: Bulan Puasa adalah bulan penuh hikmah. Orang-orang Islam tanpa perlu dipaksa biasanya muncul sendiri kesadarannya bahwa sebagai insan beragama mereka memiliki konsekuensi dari sifat keagamaan yang dipeluknya berupa berbagai kewajiban yang harus ditunaikan, baik kepada Tuhan maupun kepada manusia. Mereka yang “kurang terbiasa” dengan berbagai ritual keagamaan seperti salat misalnya, barangkali di bulan Ramadan akan “mikir dua kali kalau mau bolong”, karena sering mendengar berbagai ucapan seperti: “Tidak ada gunanya puasa kalau tidak salat’, “Puasa kalau nggak salat pahalanya nggak dicatet” dan sebagainya.  Dan aspek lain, puasa adalah menahan, yakni harus tahan dengan haus, lapar, dan satu hal penting nafsu birahi.

Secara fitrah manusia adalah makhluk beragama, secara naluri manusia baik sadar atau tidak pada hakikatnya selalu meyakini adanya eksistensi Tuhan Yang Maha Kuasa. Walaupun secara pernyataan ada yang tidak mengakui adanya eksistensi Tuhan, tetapi sekali lagi itu hanya pernyataan lisan. Secara hakiki ia tetap meyakini adanya kekuatan di luar kekuatannya yang tidak mungkin dilampaui dan memiliki kekuatan Yang Maha. Pada diri manusia juga terdapat naluri untuk mencintai dan dicintai secara spiritual. Keinginan ini tidak mungkin dapat terpenuhi kecuali melalui kegiatan dan ritus keagamaan. Bahkan naluri ini memiliki porsi yang cukup besar dalam jajaran naluri yang dimiliki manusia.

Sejatinya manusia akan menampakan diri kepada apa yang disebut dengan Sifat-sifat keTuhanan. Sifat-sifat keTuhanan ini tidak akan ditemui manusia tanpa mengalami berbagai proses dan pengalaman serta refleksi berpikir tentang eksistensi dirinya dalam spektrum kosmologis. Proses inilah yang saya sebut sebagai Proses Tarbiyah.

Hal yang paling sederhana kita lakukan sehari-hari adalah melakukan sesuatu yang mampu meningkatkan kualitas hidup kita. Dalam hal ini tentunya akan sia-sia jika berpuasa dengan berbagai konsekuensi lapar dan menahan dari sesuatu yang halal di siang hari jika tidak ada perubahan dalam tingkah laku, akal budi, sifat-sifat kita.  Jadi, Puasa merupakan proses memfungsikan Fitrah kehidupan.  Orang yang belum mampu memaknai puasa di bulan Ramadan sebagai sebuah proses Tarbiyah berarti telah kehilangan satu elemen dalam hidupnya yang cukup substansial, paling tidak telah kehilangan kesempatan dan kesadaran secara personal untuk memperbaiki diri sebagai manusia menuju Rabb-nya melalui sifat-sifat keTuhanan yang bisa didekati manusia. Selamat bertarbiyah di bulan Ramadan.

Semoga dalam puasa ini, kita mendapatkan fadilah di dalamnya, yang kita tahu, ada momen spesial Lailatul Qadar, Pengampunan akan dosa, Ijabahnya Doa, dan dibukakannya pintu surga. Aamiin.

By : Ahmad Fajarisma

fajar007.blogspot.com

Author & Editor

0 comments:

Posting Komentar