Setiap negara tentu memiliki permasalahan yang harus diselesaikan, termasuk juga Indonesia. Adapun masalah yang krusial yang harus dihadapi oleh kita adalah pendidikan. Kenapa demikian?
Kenyataannya, sampai sekarang masih ada berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia yang masih belum terselesaikan. Hal ini menjadi perhatian penting, mengingat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia nasional.
Seperti yang kita tahu bersama bahwa, sumber daya manusia yang rendah membuat kemajuan negeri menjadi terhambat. Alasannya sebanyak apa pun sumber daya alam yang kita miliki, tidak akan berpengaruh pada pertumbuhan bangsa apabila tidak dikelola oleh orang-orang yang tepat. Sedangkan untuk mendapatkan orang yang tepat harus melalui pendidikan yang berkualitas, jika tanpa itu maka cita-cita menjadi negara yang maju hanyalah sebuah angan-angan belaka.
Saat ini kita memiliki banyak anomali yang menjadikan pendidikan kita kurang bisa berkembang dengan baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata anomali dapat diartikan dengan sebuah ketidaknormalan.
Secara garis besar, anomali bisa diartikan sebagai suatu keganjilan, keanehan, atau penyimpangan dari keadaan biasa (normal) yang berbeda dari kondisi umum suatu lingkungan
Menurut hemat penulis, ada beberapa anomali yang menjadikan pendidikan kita kurang berkembang dengan baik.
Yang pertama adalah banyaknya korupsi yang dilakukan oleh oknum dalam bidang pendidikan. Terakhir berita kejahatan dalam dunia pendidikan adalah korupsi yang dilakukan salah seorang rektor Unila, Profesor Karomani yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap dari penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri.
Contoh kasus seperti inilah yang menjadikan keniscayaan ketika dunia pendidikan menjadi sasaran empuk barang mewah incaran oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di negeri ini. Belum lagi, sistem/ praktik sejenisnya yang seperti ini rawan sekali terjadi karena hukum tidak ditegakkan dengan sebenarnya. Di tingkat sekolah misalnya, penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi sasaran empuk yang rentan terjadi dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Padahal sejatinya dunia pendidikan adalah sarana terepik dalam memupuk penerapan karakter yang unggul, baik itu karakter kejujuran, disiplin maupun lainnya.
Perihal di atas menjadi sebuah anomali yang menyedihkan karena dilakukan dalam lingkungan pendidikan. Ditambah lagi biaya masuk perguruan tinggi atau sekolah yang tidak murah membuat masyarakat kita melakukan berbagai usaha demi putra-putrinya bisa mengenyam dunia pedidikan dengan layak. Padahal sejatinya pendidikan adalah hak dasar dari seluruh warga.
Adapun anomali berikutnya adalah kualitas tenaga pengajar yang kurang profesional. Ketidak-profesionalan tenaga pengajar yang tidak didukung oleh kualitas yang memadai atau rendah menjadi salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia. Meskipun telah seringkali dilakukan seminar atau sejenisnya untuk meningkatkan mutu pendidikan kita, masih saja belum cukup untuk menjawab tantangan zaman yang serba berkembang.
Menurut data, tidak semua guru mampu mengajar materi yang sesuai kompetensi masing-masing.
Selain itu, total guru meningkat secara signifikan, yaitu 382 persen atau 3 juta lebih pada sekitar tahun 1999 hingga 2000. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah peserta didik yang berkisar 17 persen saja. Ditilik dari jumlah guru sebanyak itu pun, masih ada 52 persen guru yang belum mempunyai sertifikat profesi dan 25 persen yang belum memenuhi kualifikasi akademik.
Anomali selanjutnya adalah sarana belajar mengajar yang belum memadai. Dalam dunia pendidikan sarana belajar mengajar menjadi sangat penting yang bisa membantu proses belajar menjadi lebih baik.
Seorang guru sepatutnya mendapatkan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan kualitas mengajarnya.
Bukan itu saja, guru juga memerlukan bahan ajar yang dengan materi yang berkualitas dan sesuai kurikulum terbaru yang sedang berlaku. Jika tenaga pendidik memakai bahan ajar yang ketinggalan zaman, tentu kegiatan mengajar menjadi kurang maksimal. Ini akan berpengaruh pada proses penyerapan ilmu para murid. Begitu pula murid sudah sepatutnya memperoleh sarana belajar seperti buku pelajaran atau sarana penunjang lainnya. Tidak adanya perpustakaan atau bahan belajar gratis juga dapat menghambat proses pembelajaran.
Seharusnya, bantuan berupa bahan belajar diberikan lebih banyak ke wilayah-wilayah khususnya pada tempat yang belum tersentuh fasilitas. Selain itu, fasilitas lain yang dimaksud bisa juga berupa ruang belajar dengan segala isinya. Tidak hanya harus lengkap, fasilitas juga harus memadai. Beberapa contoh fasilitas pendidikan yang perlu disediakan, misalnya, papan tulis, meja, kursi, perkakas laboratorium, atau alat elektronik. Bayangkan jika fasilitas tersebut tidak layak, pasti akan mengganggu proses belajar mengajar.
Sedangkan anomali terakhir menurut penulis adalah kurangnya dana pendidikan. Permasalahan dana menjadi pembahasan yang tiada akhir, karena ketika membahas seputar dana, bukan hanya biaya untuk Lembaga pendidikan, namun juga kesejahteraan guru harus menjadi prioritas. Belum lagi biaya untuk membayar sarana, properti dan fasilitas seperti buku, alat tulis, seragam, dan transportasi juga termasuk ke dalamnya. Tak hanya itu, bagi kalangan yang mengalami kesulitan ekonomi, mengajar hanya menjadi sebuah sampingan belaka, sehingga tidak sedikit yang memilih bekerja di tempat lain untuk memenuhi biaya hidup yang semakin tinggi. Minimnya dana pendidikan berdampak buruk bagi sekolah, dan mahalnya biaya pendidikan menjadikan sebagian orangtua lebih memilih mengajarkan anaknya untuk bekerja daripada sekolah. Hal ini disebabkan karena penyebaran alokasi dana program pendidikan yang tidak tersebar secara merata. Berbagai anomali di atas tentu menjadi PR besar untuk kita cari solusinya bersama, di samping tetap melanjutkan aktivitas belajar mengajar demi tercapainya cita-cita luhur mencerdaskan anak bangsa.
By : Ahmad Fajarisma
0 comments:
Posting Komentar