Orang menyebutnya lato. Saya sendiri lebih enak bilang etek-etek. Kalaupun otok-otok, kok tidak cocok. Apalagi utuk-utuk, itik-itik, atak-atak.
Mainan ini viral, bisa melupakan bermain gawai sekalipun, saking asyiknya berlato, ada paguyuban lato, atau komunitas bermain lato.
2 butir bulat, lalu diikat tali, yang panjang, bagian atasnya untuk pegangan, dimainkanlah dengan menggoyangkan ke arah naik turun, jika kedua bola itu saling menyentuh, bunyilah lato-lato. Ups salah etek-etek.
Di sepanjang jalan seririt, berderet orang jualan etek-etek. Penjual menanti keberuntungan jika ada anak-anak yang beli. Bisa satu anak 2 pasang lato sekalipun diborong. Wah sampai segitunya.
Di tempat desa kami, ada jam tertentu yang kadang secara serentak bunyi lato meriah sekali. Sampai anak kedua saya berlari lihat keluar rumah, girangnya bukan main. Sesekali menangis minta ingin dibelikan. Namun tidak saya turuti. Mau gimana lagi masih usia 2 tahun. Bukan malah lihai main, bisa jadi itu 2 biji bulatnya kena jidat anak saya.
Ternyata, permainan lato ini ada yang dilombakan, jika semakin cepat menggoyangkannya, maka itulah juaranya. Ada juga sambil menggerakkan dengan gaya tangannya miring samping kiri maupun kanan, ada-ada sajalah mereka.
Saya pernah mencoba, bermain etek-etek, kalau masih awam, bisa tidak pas, alias meleset bola kecil itu, jadi tak berbunyi etek-etek. Butuh konsentrasi, awalan yang bagus, dan ayunan simetris sehingga menghasil bunyi merdu etek-etek.
Sungguh lato-lato mengembalikan jaman bagai roda berputar, kembali bermain cara tradisional, meski banyak pun di tengah-tengah perkembangan jaman yang beragam permainan modern ini.
By : Ahmad Fajarisma
0 comments:
Posting Komentar