Jumat, 28 Oktober 2022

Sabtu Pagi, Kopi Tanpa Gula.


Baru saja gelaran shalat subuh usai, tetiba sinaran menguning sudah nampak diufuk timur sana. Serasa begitu cepat waktu berpaling, gelap yang menyelimuti akhirnya tergantikan pagi. 

Geliat hari semakin terasa. Burung emprit yang biasa mengais rezeki di pokok besar depan kamar, semakin kencang kicaunya pertanda rezeki tlah didapatnya. 

Kucing kecoklatan bersama anaknya yang mulai akrab denganku, berlari-lari mengejar wanitaku yang baru saja tiba dari pasar. Rupanya dia mencium ikan pindang yang dibeli olehnya. 

Dengan kibasan ekornya si coklat seolah merayu, bagidong? Tak kalah dengan si coklat, wanitaku balik mengibaskan serbetnya untuk mengusirnya, pergi dong.!

Berlari kecil menjauh, namun kembali lagi untuk mengiba. Kini si coklat dan anaknya mendekatiku yang sedang menunggu kopi buatan wanitaku. 

Mencium dan menggesek-gesekkan badannya dikakiku, seakan berharap bantuan padaku. Tak diduga wanitaku mendekat sambil kembali mengibaskan serbetnya ke arah kedua kucing itu. 

Kembali ia berlari dan entah kemana mereka tak kunjung kembali. 

Kini kopi tanpa gula tlah bersiap aku sruput ditemani gorengan ote-ote dan beberapa kue lainnya. 

Pahit memang, tapi semakin kita bertahan dan menikmatinya, kita akan terbiasa dan mampu menaklukkan kepahitan menjadi kenikmatan. 

Jangan pernah mengeluh akan kepahitan, nikmati saja dan kita akan terbiasa. Kepahitan adalah obat dan ajang latihan untuk kita menikmati kenikmatan selanjutnya.

Kopi tanpa gula hanyalah perpindahan dari kenikmatan yang sudah terbiasa kita akrab dengannya, untuk beberapa saat kita lupakan dan melatih diri dengan kepahitan yang justru akan menguatkan rasa nikmat dalam fikiran kita. 

Sabtu 291022

EdPenaMu

Author & Editor

0 comments:

Posting Komentar