Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai
nafsu sebagai fitrahnya. Sementara yang tidak memiliki nafsu adalah Malaikat.
Manusia cenderung membangkang dibanding Malaikat. Tentu kita pasti paham, makna
nafsu secara sederhana adalah keinginan dan sifatnya lebih condong menggiurkan,
arahnya kerusakan. Al-Qur’an surah Yusuf ayat 53, yang artinya “Dan aku tidak
(menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh
Tuhanku.
Jika nafsu
terkendali dengan baik, maka dampaknya akan baik pula. Sebuah pepatah
mengungkapkan "Memiliki hawa nafsu buruk itu manusiawi. Melawan dorongan
hawa nafsu, itulah seorang Muslim". Melawan dorongan hawa nafsu dapat
dimaknai sebagai mengendalikan secara optimal. Agar potensi melakukan perbuatan tercela dapat dihindari.
Mengendalikan hawa nafsu bukanlah hal mudah, bentuk nafsu yang abstrak kerap
kali memantik kenikmatan dunia menjadikannya sebagai musuh yang sulit dilawan.
Imam al-Gazhali membagi nafsu menjadi dua,
nafsu mutmainnah dan nafsu amarah/lawwamah. Nafsu muthmainnah (nafsu yang
tenang, nafsu dirahmati, nafsu diberi petunjuk) yang berfungsi menstimulus
berbuat kebaikan, rajin beribadah, istiqamah menjalankan perintah Allah. Nafsu
amarah/lawwamah (nafsu buruk, nafsu jahat) mendorong manusia melakukan cara
yang buruk untuk merealisasikan kehendaknya, seperti berbuat jahat, zina,
mabuk, judi, membunuh, mencuri, fitnah, gibah, dan sejenisnya. Kita tahu, akhir-akhir ini begitu miris, di bulan Ramadhan, ada saja
terdapat fenomena memprihatinkan. Orang banyak melakukan kejahatan, terdengar
kabar ada seorang Bapak melakukan pencabulan terhadap putrinya dibawah umur,
seorang ustadz di suatu kota terlibat pemerkosaan, kasus korupsi dari pejabat
daerah hingga nasional yang sempat terungkap. Hal ini merupakan Tindakan yang tak sepantasnya terjadi pada bulan puasa.
Puasa adalah senjata
untuk melawan nafsu itu, sebuah ibadah yang diwajibkan bagi umat Muslim, bukan
sekadar menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Lebih dari itu, puasa adalah madrasah ruhaniyah, sebuah ajang untuk menaklukkan
nafsu yang kerap kali menjerumuskan manusia ke dalam jurang kehinaan. Nafsu,
dengan segala bentuknya, adalah musuh utama yang harus ditaklukkan agar manusia
dapat mencapai derajat takwa.
Dalam kehidupan
sehari-hari, nafsu seringkali mengambil alih kendali, mendorong manusia untuk
mengejar kesenangan duniawi tanpa batas. Nafsu makan, nafsu amarah, nafsu
berkuasa, dan berbagai nafsu lainnya menjadi penghalang bagi manusia untuk
mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan sejati. Di sinilah puasa hadir sebagai
penawar, sebagai sarana untuk mengendalikan nafsu dan mengembalikan manusia
pada fitrahnya.
Puasa
sebagai Perisai
Rasulullah
SAW bersabda, "Puasa adalah perisai." (HR. Bukhari dan Muslim).
Perisai dari godaan setan, perisai dari perbuatan dosa, dan perisai dari api
neraka. Dengan berpuasa, manusia melatih diri untuk menahan diri dari segala
sesuatu yang membatalkan puasa, baik yang lahir maupun yang batin. Menahan diri
dari makan dan minum adalah latihan fisik, sedangkan menahan diri dari
perkataan kotor, perbuatan maksiat, dan pikiran buruk adalah latihan mental dan
spiritual.
Selama
berpuasa, manusia belajar untuk mengendalikan hawa nafsu yang seringkali
mendorongnya untuk berbuat berlebihan. Ketika rasa lapar dan haus mendera,
manusia diingatkan akan pentingnya kesederhanaan dan kepedulian terhadap sesama
yang kurang beruntung. Ketika amarah mulai memuncak, manusia belajar untuk
bersabar dan menahan diri. Dengan demikian, puasa menjadi sarana untuk
membersihkan hati dan jiwa dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh nafsu.
Puasa dan
Kesadaran Diri
Puasa juga
merupakan ajang untuk meningkatkan kesadaran diri. Dalam kesunyian malam,
ketika perut kosong dan pikiran jernih, manusia merenungkan hakikat kehidupan,
tujuan penciptaan, dan hubungannya dengan Sang Pencipta. Ia menyadari betapa
lemahnya dirinya di hadapan Allah SWT, betapa kecilnya dirinya di alam semesta.
Kesadaran ini menumbuhkan rasa rendah hati dan syukur atas segala nikmat yang
telah diberikan.
Selain itu,
puasa juga melatih empati dan kepedulian sosial. Ketika merasakan lapar dan
haus, manusia dapat merasakan penderitaan saudara-saudaranya yang kurang
beruntung. Hal ini mendorongnya untuk lebih peduli dan berbagi dengan sesama,
baik melalui sedekah, zakat, maupun perbuatan baik lainnya. Dengan demikian,
puasa tidak hanya membersihkan diri sendiri, tetapi juga memberikan manfaat
bagi masyarakat sekitar.
Keutamaan
Puasa dalam Hadis
- "Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
- "Setiap
amalan kebaikan anak Adam dilipatgandakan, satu kebaikan dilipatgandakan
sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza wa Jalla
berfirman, 'Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri
yang akan membalasnya. Dia telah meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan
minumannya semata-mata karena Aku.'" (HR. Muslim)
Puasa dan
Kesehatan
Dari segi
kesehatan, puasa juga memiliki banyak manfaat. Secara medis, puasa dapat
membersihkan tubuh dari racun-racun yang menumpuk, memperbaiki sistem
pencernaan, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Puasa juga dapat membantu
menurunkan berat badan dan mengurangi risiko penyakit kronis seperti diabetes
dan penyakit jantung.
Namun,
manfaat kesehatan dari puasa bukanlah tujuan utama. Tujuan utama puasa adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk membersihkan hati dan jiwa, dan
untuk menaklukkan nafsu. Kesehatan hanyalah bonus, efek samping dari ibadah
yang tulus.
Menaklukkan
Nafsu di Luar Ramadhan
Puasa Ramadhan
adalah latihan intensif untuk menaklukkan nafsu. Namun, perjuangan melawan
nafsu tidak berhenti setelah Ramadhan berakhir. Manusia harus terus berjuang
untuk mengendalikan nafsunya sepanjang hidupnya. Ia harus terus berlatih untuk
menahan diri dari godaan duniawi, untuk bersabar dalam menghadapi cobaan, dan
untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan.
Dengan
demikian, puasa bukan hanya ibadah ritual tahunan, tetapi juga gaya hidup yang
harus diterapkan setiap hari. Dengan menaklukkan nafsu, manusia dapat mencapai
derajat takwa, menjadi pribadi yang lebih baik, dan meraih kebahagiaan sejati
di dunia dan akhirat.
Oleh : Ahmad Fajarisma Budi Adam